Pewarta : Rusmono
CILACAP, Suarajawatengah.com - Puluhan perwakilan nelayan dan pemilik kapal berukuran di bawah 30 gross ton (GT) di Cilacap datangi kantor HNSI untuk mempertanyakan tindaklanjut tuntutan keberatan perihal biaya tambat labuh yang diberlakukan di Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap (PPSC).
Kedatangan perwakilan nelayan dan pemilik kapal pada Rabu, (08/03/2023) diterima Ketua HNSI, Sarjono dan pengurus, kemudian dilakukan audensi.
"Kita mempertanyakan kepada pengurus HNSI masalah tuntutan kita yang dikatakan belum sesuai dengan harapan hingga saat ini," ungkap Supriyanto, perwakilan nelayan dan pemilik kapal di PPSC usai audensi.
Ia menambahkan, pihaknya juga meminta agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meninjau kembali berkaitan dengan Surat Edaran (SE) perihal peraturan biaya tambat labuh kapal.
"Kita ingin merubah surat edaran tersebut karena tidak sesuai dengan tuntutan kita," ujar Supri.
Nelayan dan pemilik kapal berharap biaya tambat labuh dapat kembali menggunakan PP Nomor 75 Tahun 2021, dimana untuk biaya tambat hanya dikenakan Rp 4 ribu per harinya.
"Kita lihat kedepannya seperti apa, tadi sudah dijanjikan kepada kita semua bahwa Ketua HNSI Cilacap nanti akan membuat surat pengajuan audensi lagi ke pusat yang tertuju langsung ke KKP. Mudah-mudahan dari pihak pelabuhan Ka Labuh juga merespon mau menjembatani kita ke KKP," katanya.
Ia menegaskan, apabila aspirasi dari nelayan dan pemilik kapal diterima namun hasilnya tetap tidak sesuai dengan harapan, tidak menutup kemungkinan akan melakukan aksi turun ke jalan lebih besar lagi.
"Kiranya nanti hasilnya tetap tidak sesuai dengan harapan, kita akan melakukan aksi lagi yang lebih besar dan HNSI mau menjadi koordinator untuk menyampaikan aspirasi dengan turun ke jalan agar tuntutan kita terpenuhi," ujarnya.
Sementara, Ketua HNSI Kabupaten Cilacap, Sarjono menegaskan, terkait masalah tarif tambat labuh sudah disampaikan pada saat kunjungan Dirjen Perikanan Tangkap KKP ke Cilacap beberapa waktu lalu.
"Kami sudah menyampaikan masalah tarif tambat labuh yang sangat memberatkan pelaku usaha maupun pemilik kapal. Dan itu akan disampaikan ke pihak yang berwenang, ada pak Direktur yang berwenang menangani masalah pelabuhan," katanya.
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang agar nelayan dan pemilik kapal nantinya tidak dirugikan.
"Kalau bisa diperingan biayanya. Nanti saat audensi di KKP, intinya yang diusulkan oleh kami dari HNSI lebih berpihak kepada nelayan dan pemilik kapal," pungkas Sarjono. (*)